Langit Elvarion berwarna kelabu hari itu. Awan-awan berat menggantung seperti perasaan semua orang yang hadir di atas tanah upacara.
Kaelen berdiri di tengah lapangan upacara agung, mengenakan jubah perangnya yang paling sederhana. Tak ada lambang, tak ada emas. Hanya warna hitam dan merah tua.
> "Hari ini kita mengubur seorang pengkhianat... yang setia," ucapnya lirih.
---
Upacara Keheningan
Seraphine memimpin upacara dengan lilin sihir yang menyala biru. Erven membaca doa kuno, dan seluruh pasukan diam, hanya deru angin yang terdengar, menggulung perlahan di antara helm dan tombak mereka.
Tubuh Thoren dibungkus dengan kain upacara ksatria. Kaelen sendiri yang mengikat simpul terakhir pada bendera Elvarion yang membalut dadanya.
> "Dia bukan pengkhianat," ucap Kaelen di depan seluruh pasukan.
"Dia penyamar. Pelindung. Mata-mata untuk kita semua. Dan... saudara bagi jiwaku."
Pasukan menunduk, serentak menghentakkan gagang pedang mereka ke tanah—tiga kali. Sebuah penghormatan tertinggi bagi pahlawan yang mati tanpa kehormatan, tapi hidup dengan kebenaran.
---
Rahasia yang Disimpan Bersama Abu
Setelah upacara selesai dan tubuh Thoren dibakar sesuai adat, Kaelen berjalan ke sebuah ruangan pribadi, membawa kotak kecil peninggalan Thoren. Di dalamnya ada:
Potongan peta Kuil bagian dalam, dengan tanda merah rahasia.
Sebuah liontin tua, milik Thoren dan ibunya yang dulu disimpan Kaelen sewaktu kecil.
Sebuah catatan kecil dengan tulisan:
"Jika aku gagal, jangan lanjutkan jalanku. Buat jalanmu sendiri."
Kaelen menatap catatan itu lama, lalu meremasnya pelan. Bukan karena marah—tapi karena janji itu kini menjadi beban, dan harapan sekaligus.
---
Percakapan Terakhir
Di malam hari, Kaelen duduk sendirian di depan api unggun, menatap bara api yang perlahan padam.
Seraphine duduk di seberangnya.
> "Apa kau akan menyerah, Kaelen?"
"Tidak. Tapi aku juga tak akan melanjutkan jalan yang salah."
> "Kau akan menghadapi kuil… sendiri?"
Kaelen menatap api dalam-dalam. "Tidak. Aku akan membentuk jalan baru. Jalan tanpa kebohongan, tanpa pengkhianatan. Jalan yang mungkin akan membuatku kehilangan diriku. Tapi setidaknya… aku memilihnya sendiri."
---
Akhir dari Thoren, Awal dari Kaelen
Keesokan harinya, pasukan Kaelen mulai bergerak menuju perbatasan. Tapi kali ini bukan untuk menyerang, melainkan membangun aliansi baru—dengan kerajaan-kerajaan kecil yang juga ditindas oleh Kuil.
Thoren telah tiada.
Tapi dalam kepergiannya, ia meninggalkan kebijaksanaan, informasi, dan keteguhan hati yang tak bisa dihancurkan.
Kaelen, yang dulu hanya jenderal dan pejuang, kini adalah cahaya samar di tengah kegelapan besar.
Dan api Thoren…
Tak pernah benar-benar padam.
---
Bab 17 selesai.