Cherreads

Chapter 7 - 7

Keempat sahabat Ryu masih berada di dalam ruangan, tak menyadari apa yang sedang terjadi antara Ryu dan Mia di luar.

"Tuan... aku mohon... bantu aku... aku tak sanggup menahan panas ini," suara Mia bergetar, tubuhnya limbung saat ia berusaha mendekati Ryu. Matanya tampak memohon, penuh penderitaan.

Ryu segera mundur tiga langkah. "Jangan mendekat!" teriaknya lantang, menunjuk tajam ke arah Mia. "Stop! Aku bilang jangan dekati aku!"

Namun Mia, yang kehilangan kendali karena efek obat, tetap melangkah. "Aku mohon... Tuan... tolong aku," isaknya.

"Apa kau cari mati?! Menjauh dari hadapanku! Kalau tidak, kau akan menyesal!" Ryu menggertakkan giginya, rahangnya mengeras karena amarah yang berusaha ia bendung.

Tiba-tiba, tanpa aba-aba, Mia memeluk dan mencium Ryu—tindakan di luar kesadarannya, dorongan hasrat yang bukan kehendaknya.

"Sial!" desis Ryu, matanya melebar, tubuhnya menegang. "Kenapa tubuhku... ikut bereaksi?" gumamnya, kesal sekaligus bingung. Dia buru-buru mendorong Mia menjauh.

"Berani-beraninya kau menyentuhku!" seru Ryu marah, lalu tangannya meraih leher Mia dan mendorong tubuh itu dengan kasar hingga jatuh ke lantai.

"Aduh!" pekik Mia, tubuhnya meringkuk menahan sakit.

"Tuan... aku mohon... aku sudah tak kuat menahan efek obat ini... ini sangat menyakitkan..." Mia merintih, tubuhnya menggigil saat dia berusaha merangkak mendekati Ryu.

Keributan itu akhirnya menarik perhatian keempat sahabat Ryu: Joy, Dio, Glenn, dan Rico. Mereka segera keluar dari ruangan dan melihat pemandangan mengejutkan.

"Mia?!" ucap Joy, Dio, dan Rico serempak.

Mereka terpaku melihat Mia dalam kondisi kusut dan kacau di dalam klub malam 'MID Club'.

"Mia, apa yang terjadi padamu?" tanya Dio, cepat menghampirinya, ekspresinya penuh kekhawatiran.

"Mia... kenapa kamu bisa ada di kota ini?" tanya Joy terheran-heran.

Glenn melangkah mendekat, sorot matanya menghina. "Tch. Wanita culun sepertimu... bahkan wanita cantik yang kuperkenalkan pada si 'manusia es' saja tak bisa menarik perhatiannya, apalagi kamu. Jijik," ucapnya dingin sambil mencengkram dagu Mia, lalu mendorong wajahnya dengan kasar.

Rico menunduk mendekati Mia, bisikannya tajam menusuk. "Bukan cuma sombong, kau juga bodoh. Sampai bisa dijebak dengan obat begini?"

Namun tatapan Rico berubah saat matanya menyapu tubuh Mia yang gemetar. Ia sempat tercekat. "Sial... kenapa wanita ini... terlihat begitu menggoda?" pikirnya, terpana sejenak.

Joy dan Dio benar-benar bingung dengan kehadiran Mia yang begitu tiba-tiba. Jantung mereka berdebar lebih cepat, entah karena terkejut, atau karena melihat Mia dalam kondisi yang begitu rapuh.

"Sepertinya Mia terkena obat yang sama seperti Ryu," pikir Joy, matanya menatap cemas. "Aku tidak akan membiarkannya menderita… apalagi jatuh ke tangan Mr. Ice yang tak punya hati itu."

"Aku akan menolongmu," bisik Joy lembut, lalu merunduk untuk mengangkat Mia dalam pelukannya.

Namun, tangan Dio menahan gerakannya. "Tidak perlu. Aku yang akan membawanya. Karena dia... adalah wanita yang kucintai."

Joy mendelik. "Kamu lupa? Orang tuamu sendiri melarangmu dekat dengannya. Jangan membuat segalanya lebih rumit. Mia milikku," tegas Joy lalu mengangkat Mia dengan gaya bridal style.

Rico hanya bisa menggeleng, muak melihat dua sahabatnya bertengkar karena wanita yang selama ini mereka remehkan. "Apa-apaan ini? Pesona macam apa yang dimiliki wanita menyebalkan itu, sampai dua sahabatku jadi gila karena dia? Apa mereka sudah buta?" gumamnya kesal.

Sementara itu, Ryu berdiri diam, namun tubuhnya mulai goyah. Efek obat dalam tubuhnya sudah tak tertahankan lagi. Ia menggertakkan gigi, mencoba mengendalikan diri. Tapi panas di tubuhnya semakin menguasai.

Dengan langkah berat dan tubuh sempoyongan, Ryu berjalan mendekati Joy yang masih menggendong Mia. Nafasnya terengah, pikirannya kacau.

"Kenapa kau harus menggodaku…," gumamnya, pandangan mata mulai buram oleh hasrat yang bukan dari keinginannya sendiri.

Satu kancing bajunya terbuka saat ia mencoba mendinginkan tubuhnya yang panas, namun tak berhasil. "Obat sialan ini… sungguh tak terkendali," batinnya, penuh frustrasi.

"Berikan wanita itu padaku!" seru Ryu tiba-tiba. "Dia harus dihukum… karena sudah berani mencuri ciumanku."

Joy terkejut ketika Ryu merebut Mia dari pelukannya. "Ryu! Kau sudah gila?! Lepaskan Mia!" bentak Joy.

"Lepaskan? Hah! Sekarang dia milikku," kata Ryu dingin, sorot matanya tajam seperti pisau. Ia mendorong Joy hingga mundur satu langkah.

"Jangan ada yang coba-coba menghalangiku! Kalau kalian nekat, aku bisa hancurkan semua perusahaan kalian hanya dengan satu kata," ancam Ryu sambil berbalik pergi, membawa Mia yang tak sadarkan diri.

Joy dan Dio terpaku, wajah mereka berubah tegang. Mereka tahu benar siapa Ryu. Dingin, keras, dan tak kenal ampun—terutama terhadap wanita yang berani menyentuh sisi gelapnya.

Bagi Ryu, wanita yang menjatuhkan diri padanya adalah simbol kelemahan. Dan kelemahan, bagi Ryu, adalah sesuatu yang pantas untuk dihapus.

"Dio, tolong hentikan Ryu. Aku tak ingin terjadi sesuatu dengan Mia," pinta Joy dengan wajah penuh cemas, tangannya menggenggam erat lengan Dio.

Dio menatap Joy dalam, lalu mengalihkan pandangannya ke arah hotel tempat Ryu membawa Mia. "Kenapa bukan kamu saja yang menghentikannya? Kamu tahu sendiri, kalau Ryu sudah seperti itu... tak ada yang bisa menghentikannya. Termasuk aku," jawabnya lirih.

"Lebih baik kalian berdoa saja," kata Rico, mencoba bersikap dingin, walau sorot matanya menyimpan kegelisahan. "Semoga Mia tidak menjadi korban selanjutnya dari sifat iblis yang ada dalam diri Ryu."

"Kalian ini kenapa sih? Wanita culun seperti itu saja sampai dikhawatirkan. Bahkan sampai kalian berdua jatuh cinta padanya? Aku nggak habis pikir," sindir Glenn dengan suara mengejek.

"Berisik!" bentak Joy dan Dio serempak, menahan emosi mereka yang memuncak.

Rico menarik napas panjang. "Sudahlah, aku pulang. Sudah cukup kekacauan malam ini," katanya, lalu pergi meninggalkan MID Club.

"Aku juga," ujar Joy yang ikut melangkah pergi, meninggalkan Dio yang masih menatap hotel dengan penuh kekhawatiran.

Dio menghela napas panjang, lalu ikut menyusul mereka.

Dio yang melihat kedua sahabatnya pulang dan meninggalkan MID club. Kini Dio juga langsung kembali ke rumahnya.

Di Dalam Hotel

Sedangkan Ryu dan Mia sudah berada di dalam hotel. Kini Ryu langsung menerkam Mia, tanpa ada kata aba-aba. Ryu terus menerus mencumbu Mia hingga brutal.

Ryu menghempaskan tubuhnya ke sofa kamar hotel, wajahnya gelap, nafas berat. Mia terbaring lemah di sisi lain ruangan, matanya sayu, tubuhnya gemetar karena efek obat yang belum juga mereda.

"Aku tidak bisa... menahannya lagi," gumam Ryu, menggenggam rambutnya sendiri. Tubuhnya berkeringat, hatinya kacau.

Ryu hanya menganggap Mia seorang wanita jalang yang seperti wanita penggoda pada umumnya. Sedangkan Mia hanya memikirkan dirinya sendiri.

Dia tidak peduli dengan pikiran pria yang kini sedang menjajahnya dengan begitu brutal.

"Setelah ini, aku tak butuh wanita sepertimu. Jadi jangan harap bisa naik tahta dan menjadi nyonya di keluarga chen ku," ucap Ryu yang masih terdengar jelas ditelinga Mia. Walau Mia antara sadar dan tidak sadar dengan apa yang terjadi.

" Jadi jangan pernah menyesal, karena kamulah yang menggodaku dan menggangguku. Jika kamu berani menampakkan wajahmu setelah malam ini. Aku akan membunuhmu dengan sebuah pistol," sambung Ryu yang terus menggoncangkan tempat tidur.

Mia mencoba bangkit, lalu menatap Ryu lemah. "Tuan ... kita berdua sedang terkena hal yang sama. Jangan anggap aku menggoda. Aku juga korban," ucap Mia dengan suara parau.

"Lagi tadi ada Dio dan Joy yang mau menolongku. Tapi kenapa kamu tidak rela?," ketus Mia sambil menatap wajah Ryu dengan kesal.

"Tenang, setelah ini. Aku akan menghilang darimu, Aku cuma butuh kamu mengobati ku,"sambung Mia yang langsung membalik keadaan, dia membalikkan tubuh Ryu dengan cara yang brutal.

Ryu dan Mia hanya memikirkan bagaimana cara menghilangkan efek obat ditubuhnya. Sledangkan Ryu juga tak memikirkan wanita yang kini bercumbu dengannya.

Beberapa menit berlalu. Keduanya saling diam. Tak ada yang berkata apa-apa, hanya suara detak jantung dan napas berat yang memenuhi ruangan.

Mereka bertarung cukup lama, sampai Ryu merasa kelelahan satu sama lain. Karena kelelahan, mereka tertidur pulas dengan posisi saling berpelukan satu sama lain.

More Chapters