Cherreads

Chapter 10 - 10. misi 2

Sore harinya, setelah menemani Ardi pergi berburu monster di luar tembok. Arvani meminjam lapangan latihan serta pedang kayu.

Ardi menyerahkan kunci lapangan latihan dan mengatakan jika Arvani harus mengembalikan kunci itu padanya besok pagi sebelum dirinya pergi berburu manusia. Lebih tepatnya buronan dengan hadiah tinggi.

"Omong-omong, kau beneran mau latihan sendiri? Aku tahu beberapa teknik berpedang kok," ucap Ardi.

Arvani menggeleng. Dia belum ingin memperkenalkan Kensei pada rekan guildnya ini.

"Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri, senior."

"Ya sudah, jangan berlatih terlalu keras ya."

Ardi pun pergi keluar lapangan meninggalkan Arvani sendiri. Perempuan berambut hitam itu lalu pergi ke pojok lapangan yang terdapat sebuah kotak besi besar berisi ragam tombol.

Tak!

Setelah memasukkan kunci, layar hologram pun muncul di depan kotak tersebut. Arvani terdiam, dia hanya bisa membaca beberapa kata di sana.

"Sepertinya aku harus belajar membaca lebih banyak kata dengan Mariposa," batinnya.

Arvani pun memanggil Kensei. Aura putih yang keluar dari matanya membentuk sosok pria tampan dengan tinggi sekitar 175 sentimeter.

Kensei melirik sekilas lingkungan sekitar. Menilai layaknya seorang ahli. "Untung saja guild ini tidak semiskin kota asalmu."

Dengan cepat Kensei menyuruh Arvani menekan beberapa tombol, mengatur tempat latihan, memunculkan peralatan seperti pedang kayu, boneka target dan lain-lain.

Arvani mengambil tongkat kayu.

"Kau tidak akan menyuruhku melakukan latihan fisik atau semacamnya?" Tanya Arvani.

"Tidak. Pekerjaanmu sebelumnya 'umpan' bukan? Melihatmu bisa bertahan hidup sampai sekarang membuktikan kemampuan fisikmu. Yah, setidaknya kau tidak akan langsung pingsan ketika belajar denganku."

Aura berwarna putih berkumpul pada tangan kanan Kensei dan membentuk pedang panjang berwarna putih polos dengan aura yang membara.

"Sekarang, ikuti gerakanku."

[Teknik pedang Kensei Igarashi: bentuk pertama.]

Kensei memasang kuda-kuda berpedang. Dia kemudian melakukan tebasan miring ke atas dengan satu tangan, maju satu langkah, melakukan tebasan vertikal seraya memutar tubuhnya.

Kini kedua tangan Kensei memegang gagang pedang, memutar bagian tajam pedang dan melakukan tebasan vertikal.

Pria itu kembali berdiri tegak lalu menoleh ke arah Arvani.

"Sekarang. Lakukan persis seperti yang kulakukan tadi."

"Eh?" Arvani tersentak. Ia bahkan tidak yakin posisi kuda-kuda serangannya akan benar.

"Sekarang!"

Perempuan itu lalu bergegas membentuk kuda-kuda berpedang semirip mungkin dengan Kensei. Ketika ia hendak melakukan gerakan kedua Kensei tiba-tiba muncul tepat di hadapannya, membuat Arvani terdiam.

"Jangan terlalu membungkuk. Jarak antara kedua kakimu terlalu lebar, mundurkan sedikit kaki depanmu."

Arvani memperbaiki posisinya sesuai saran Kensei.

"Bagus. Lanjut ke gerakan kedua."

Melihat Kensei yang masih berdiri di depannya membuat Arvani sedikit ragu, tapi detik berikutnya ia tersadar kalau sosok Kensei saat ini hanyalah jiwa. Jadi pria itu takkan kesakitan.

Arvani pun melakukan gerakan kedua.

Tap!

Kensei langsung berpindah ke belakang Arvani. Pria itu menyentuh bahu kanan Arvani dan berkata.

"Bahumu bergerak terlalu kebelakang, kau bisa terkena dislokasi bahu. Ulangi dari awal."

Arvani menurut. Ketika dia melakukan gerakan kedua Kensei kembali menghentikan perempuan itu.

"Kesalahanmu masih sama. Ulangi lagi."

Arvani menurut dan akhirnya ia berhasil melakukan gerakan kedua dengan bagus. Ketika hendak melakukan gerakan ketiga di mana Arvani harus memutar tubuh sembari melakukan tebasan vertikal, perempuan itu harus mengulang dari awal sebanyak 10 kali lebih.

Kesalahannya ada pada langkah, gerakan bahu serta yang paling parah Arvani sulit mengendalikan keseimbangan tubuhnya ketika membalikkan badan.

Keringat mulai membasahi pakaian olahraga yang ia kenakan. Arvani pun melepaskan jaket olahraganya. Kini perempuan itu mengenakan celana training serta kaos biru polos.

Untuk gerakan terakhir Arvani bisa melakukannya dengan mudah tanpa masalah.

"Lumayan untuk pemula. Sekarang ulangi dari awal lagi, semuanya."

"Eh? Bukannya kau tadi bilang sudah bagus?" Arvani terheran-heran.

Kensei menaikkan satu alisnya heran. "Lalu? Memangnya aku sudah menyuruhmu berhenti. Turuti saja perintahku kalau ingin jadi kuat."

Walau kesal, Arvani tetap menuruti perintah Kensei sampai perempuan itu kehabisan seluruh tenaganya.

Bruk!

Arvani terlentang di atas tanah serta mencoba menetralkan deru nafasnya. Tubuhnya terasa panas seolah matahari berada tepat di atas kepalanya.

Kensei perlahan mendekati perempuan berambut hitam itu.

"Kerja bagus untuk hari ini tapi kau masih sangat-sangat lemah. Besok teruslah berlatih bentuk ini. Kalau mau kau juga bisa melatih kekuatan genggam tangan dan staminamu."

Mata hitam Arvani menatap wajah tampan Kensei.

"Kensei."

"Hm?"

"Kenapa kau ingin menjadi Viarki?"

Kensei termenung sejenak memikirkan sesuatu. Ia sekilas teringat kembali pada kenangan yang sudah lama ia lupakan.

"Alasannya... Karena aku mau. Menjadi Viarki artinya aku menjadi yang terkuat, dengan begitu takkan ada yang berani padaku. Orang-orang akan gemetar ketakutan dan berlutut di hadapanku. Aku bisa bebas memerintahkan apa yang aku mau."

"Begitu ya."

.

.

.

Keesokan paginya Arvani pun menghadiri kelas dadakan yang dibuat oleh Mariposa untuk mengajarkan perempuan berambut hitam ini menulis, serta beberapa pelajaran yang sekiranya tidak Arvani dapatkan semasa hidupnya.

"Aku penasaran kenapa banyak orang begitu terobsesi pada benda kotak ini?"

Arvani bertanya seraya membaca informasi dari ponsel Mariposa.

"Itu karena mereka haus akan pujian dan sensasi di dunia Maya. Kau akan mengerti saat punya ponsel sendiri."

Mariposa berkata seraya meminum kopi susunya. Suasana kantor yang dingin membuat wanita itu ingin tidur kembali.

"Omong-omong, bulan depan kau akan mengikuti ujian Hunter of Tower bersama bos untuk menghabisi... Eee... Sean Farad atau siapalah itu namanya."

Arvani mengangguk.

"Kau tahu apa itu Hunter of Tower kan?"

Arvani menggeleng.

Mariposa menepuk dahinya. Kesal karena Daniel tidak menjelaskan lebih lanjut tentang Hunter of Tower.

Wanita berkacamata bulat itu menjelaskan bahwasanya Hunter of Tower adalah kompetisi bagi para pemilik miracle untuk menjadi seorang Hunter legal.

Kompetisi ini diselenggarakan tiap tahun oleh 12 keluarga bangsawan agung, 7 Viarki — orang-orang masih belum tahu tentang kekosongan satu kursi Viarki, dan juga beberapa negara besar. Pemilik Miracle yang lolos akan mendapat kartu Hunter resmi.

Dengan kartu itu seorang pemilik miracle akan mendapat gaji bulanan sesuai dengan kekuatan dan partisipasi dalam berburu monster serta melindungi masyarakat.

Untuk pemilik miracle yang tidak melakukan apa-apa tapi memiliki kartu Hunter resmi, gaji mereka sekiranya sama dengan gaji seorang perwira menengah.

Mendengar itu Arvani mencoba mencaritahu infomasi mengenai gaji perwira menengah.

"Gajinya 5 juga Uni! Berapa banyak nasi kucing yang bisa kubeli dengan itu semua?!"

Mariposa tertawa. "Hahaha, sebelum itu kau harus siap menyelesaikan 100 tantangan lantai di kompetisi Hunter of Tower."

Wanita itu meminum habis kopinya. "Dalam setahun ada lebih dari 1.000 peserta yang hadir dan kurang dari 100 peserta yang lolos. Bahkan, pernah ada 1 orang saja yang lolos. Di dalam tower kau bisa mati dengan mudah, Arvani."

Arvani menelan ludahnya sendiri.

Mariposa lalu menepuk pundak Arvani beberapa lagi sambil tersenyum lebar. "Tapi tenang saja, bos akan ikut denganmu jadi kau akan aman."

Perempuan berambut hitam itu menghela nafas lega. Detik berikutnya ia menyadari satu hal. Jika Daniel ikut maka siapa yang akan mengurus markas guild, dan seolah dapat membaca pikirannya, Mariposa berkata.

"Hei hei, kau meragukan kemampuan teleportasiku. Aku bisa saja membobol masuk ke menara dan mengambil bos jika ada kendala di sini."

"Ah, seberapa jauh jarak teleportasimu?"

Mariposa berpikir sejenak. "Tidak terbatas. Selagi kau memiliki tanda yang aku buat, aku bisa pergi bahkan ke ujung dunia sekalipun."

"Tanda?"

Wanita berkacamata itu tersenyum. Ia menggenggam tangan Arvani dan perlahan muncul sebuah tanda berbentuk garis lurus panjang pada pergelangan tangan Arvani.

"Ini adalah tandaku."

"Kapan kau memasang tanda padaku?"

"Hehe rahasia~"

More Chapters