Cherreads

Chapter 12 - Chapter 56: Jalan Fanatik

Api menyala di tengah lembah kering tak bernama. Di sekelilingnya, ratusan orang dari berbagai ras duduk bersila, mengenakan jubah gelap dengan simbol api hitam di dada mereka. Di hadapan mereka, Velgar Tharn berdiri di atas batu besar yang telah diukir dengan mantra kuno—huruf-huruf kuno menyala merah membentuk pola berbentuk mata terbuka.

Wajah Velgar tak menyiratkan emosi, tapi sorot matanya menembus jiwa siapa pun yang menatapnya. Di belakangnya berdiri tiga perwira fanatik utama:

Kael Zeroth, mantan penyihir tinggi manusia yang kehilangan keluarganya saat perang antar ras, kini menjadi pemimpin divisi mantra pemecah ikatan.

Murnai Sahl, ex-penjaga hutan Eldrin yang melihat penyatuan budaya sebagai pengkhianatan terhadap tradisi leluhurnya.

Gurangh, makhluk raksasa dari ras Ogron, tubuhnya dililit rantai Etherion Hitam, bekas percobaan sistem yang gagal dari zaman lampau.

"Saudara-saudaraku…" suara Velgar dalam, tapi menjalar seperti racun dalam aliran darah.

"Dunia ini… tidak lebih dari kompromi murahan. Para pemimpin mereka memilih perdamaian, tapi dengan harga apa? Budaya kita dipalsukan. Sejarah kita dihapus. Darah leluhur kita—dijual atas nama toleransi."

Kerumunan mulai bergemuruh.

"Mereka menyebut ini masa damai. Tapi aku melihat kalian. Aku tahu penderitaan kalian. Kalian bukan bagian dari masa depan mereka—kalian adalah tumbal!"

Teriakan menggema. Ada tangis. Ada pekikan dendam.

Kael maju, melepaskan gulungan kitab dan menunjukkannya pada massa. "Hari ini, kita tandai sebagai permulaan. Kalian bukan hanya pengikut. Kalian adalah penyebar api, dan dunia akan terbakar untuk lahir kembali."

Velgar membuka tangannya, dan dari bawah altar batu, sebuah pecahan besar Etherion Hitam muncul, berdenyut seperti jantung.

"Inilah inti ketidakseimbangan. Kalian akan menyatu dengannya. Kalian akan menjadi lebih dari ras kalian. Kalian akan menjadi pengganti zaman."

Satu per satu, mereka dipanggil ke altar, mencelupkan tangan ke dalam energi hitam. Jeritan, tangis, lalu keheningan menggema. Tidak semua berhasil bertahan, namun yang selamat… berubah. Mata mereka bersinar gelap, urat-urat di tubuh mereka bercahaya seperti magma.

Sementara itu di Markas Koalisi Tengah, Roky duduk di ruang komunikasi, menerima laporan dari pos-pos penjagaan yang tersebar.

"Delapan belas titik sabotase dalam dua hari," ujar Teya, menggeser peta digital. "Tiga pos Etherion hilang. Dua ras minor sudah mulai menutup pintu diplomasi. Dan yang terburuk…"

Ia menunjuk bagian timur peta.

"Pasukan baru muncul. Jumlah mereka sekitar dua ribu. Campuran ras. Tapi mereka semua punya satu kesamaan: simbol api hitam dan aura Etherion gelap."

Roky menghela napas, berat. "Jadi Velgar benar-benar mulai memindahkan ideologinya dari bayangan ke terang."

Garron memasuki ruangan, membawa gulungan tua.

"Kau harus lihat ini." Ia melemparkan gulungan itu ke meja.

Del membacanya cepat. Matanya menyempit.

"Ini… sumpah kuno dari zaman pendirian Etherion. Dulu… pernah ada kelompok penyeimbang bernama Valdrith. Mereka percaya dunia harus kembali ke siklus awal setiap kali memasuki dekadensi. Salah satu pemimpin mereka bernama—"

"Velgar Tharn," kata Roky pelan.

Semua terdiam.

Faenil yang datang belakangan menambahkan, "Dia bukan hanya seorang fanatik. Dia pewaris dari gerakan purba. Yang artinya, kita bukan hanya menghadapi pemberontakan… kita menghadapi pengulangan sejarah."

Hari berikutnya, Velgar mengirimkan utusan diplomatik—ironi yang menusuk. Mereka datang tanpa senjata, hanya membawa surat dan tubuh penuh luka. Roky memutuskan untuk menemuinya langsung di ruang negosiasi terbuka.

Utusan itu, seorang pemuda manusia bernama Soren, berbicara dengan suara penuh luka batin:

"Aku dilahirkan di kota tanpa bendera. Ayahku manusia, ibuku Eldrin. Di antara dua dunia, aku tak pernah diakui. Tapi di sana… Velgar memberi kami nama. Memberi kami tempat."

Roky menjawab pelan, "Dengan membakar rumah yang menolakmu?"

Soren menatapnya, tenang. "Lebih baik rumah terbakar dan dibangun kembali, daripada terus-menerus tidur dalam dingin tanpa dipeluk dinding."

Ia menyerahkan surat kepada Roky:

"Kepada para pemimpin palsu,Dunia telah terlalu lama menari di atas abu keadilan. Kami bukan pengacau. Kami adalah koreksi.Dalam tujuh hari, kami akan mengambil Lembah Bayangan—tempat kalian menyembunyikan artefak masa lalu. Kalian boleh datang… dan menyaksikan dunia lama dikubur selamanya.

Salam dalam Cahaya Gelap,Velgar Tharn"

Teya berbisik, "Dia sengaja memancing kita ke sana."

Del menimpali, "Dan kita harus pergi."

Roky menatap ke luar jendela, matahari hampir terbenam, menumpahkan cahaya merah ke seluruh langit.

"Kita tak punya pilihan. Jika Lembah Bayangan jatuh, mereka akan menguasai akses langsung ke Sungai Etherion, pusat aliran energi seluruh dunia."

Faenil berdiri. "Maka kita tak bisa hanya mengandalkan kekuatan. Kita harus membawa sesuatu yang Velgar tak punya."

Teya bertanya, "Apa itu?"

Faenil tersenyum tipis. "Kepercayaan."

Tujuh hari menuju Lembah Bayangan.

Pasukan Koalisi mulai disiapkan. Tapi jumlahnya tidak sebanding. Hanya sebagian kecil ras yang mau bergabung, sisanya menunggu atau ragu-ragu.

Roky memutuskan menyebarkan pesan terbuka, disiarkan ke seluruh dunia lewat jaringan komunikasi siaran umum:

"Kepada dunia yang masih memiliki secercah nurani,Aku bukan pemimpin. Aku bukan pahlawan.Aku hanya seseorang yang percaya bahwa masa depan harus dibangun bersama, bukan di atas abu satu sama lain.Jika kau pernah kehilangan karena perang, jika kau pernah rindu akan masa damai, datanglah.Tidak untukku. Tapi untuk anak-anakmu. Untuk mereka yang belum tahu apa itu benci."

Di akhir malam itu, di sisi lembah, Velgar berdiri di atas puncak batu, memandangi pasukannya yang kini bertambah hingga lima ribu. Mereka bersenjata. Bersenjata dengan kepercayaan bahwa dunia lama layak dihancurkan.

Di belakangnya, Kael berbisik, "Mereka tak tahu bahwa kita tidak butuh menang di Lembah."

Velgar menoleh.

"Kita hanya perlu mereka berperang di sana. Sisanya… sudah tertulis di aliran takdir Etherion."

Dan jauh di bawah tanah, dalam inti gua tersembunyi, sesuatu mulai berdenyut.

Sesuatu yang telah lama tertidur.

Dan sedang menunggu… untuk bangkit kembali.

More Chapters