Cherreads

Chapter 13 - Chapter 57: Pencarian Cahaya

Udara pagi menusuk tajam saat Roky menatap cakrawala dari atas punggung Khirin—hewan tunggangan setengah naga setengah burung yang hanya bisa dijinakkan oleh para penyeimbang Etherion. Di belakangnya, lima sosok lainnya bersiap dalam keheningan: Teya, Del, Faenil, Garron, dan Shivra, seorang petapa dari Ras Aetherian yang baru saja bergabung. Mereka berenam adalah ekspedisi kecil yang dikirim menuju wilayah yang nyaris tak tersentuh: Celah Vardh'Ael—sebuah tempat yang hanya disebut dalam mitos sebagai "Lokasi Cahaya Pertama".

"Menurut legenda," kata Shivra sambil membentangkan peta kuno dari kulit binatang etereal, "di sinilah para Elder pertama kali menyegel Serpihan Cahaya, energi murni Etherion sebelum dipisahkan menjadi aliran rasial."

Del mengerutkan dahi. "Jika benar ada, mengapa tidak pernah ditemukan selama ribuan tahun?"

Shivra menoleh. "Karena hanya bisa dicari saat dunia berada di ambang kehancuran."

Roky menatapnya. "Dan kau percaya… sekarang waktunya?"

"Tidak percaya," sahut Shivra lirih. "Aku merasa… tubuhku bergetar sejak Velgar bangkit. Seolah tanah memanggil kami."

Perjalanan ke Celah

Hari pertama dan kedua dilalui dalam keheningan. Mereka menyeberangi dataran tandus yang pernah menjadi medan perang ras Duran dan manusia. Bekas luka peperangan masih tampak—senjata terbenam di tanah, kuburan tanpa nama, dan sisa-sisa teknologi Etherion usang yang menghitam.

"Tempat ini… seperti berhenti bernapas," gumam Teya.

Faenil menyentuh tanah, lalu menutup matanya. "Tanah ini belum sembuh. Dan sesuatu menyedot napasnya."

Pada malam ketiga, mereka tiba di Tebing Terbalik—struktur batu menjulang yang seolah mencuat dari langit, bukan dari tanah. Di puncaknya, terlihat celah seperti mulut naga, dan dari dalamnya—hembusan cahaya berdenyut.

"Aku tidak menyangka legenda itu nyata," kata Garron. "Itu… nafas Etherion Murni."

Tapi cahaya itu dijaga. Dari bayangan di sekeliling celah, sosok-sosok tinggi bermata perak mulai muncul: Penjaga Archaia. Mereka tidak menyerang, tidak berbicara. Hanya menatap dengan mata kosong yang mengandung memori ribuan tahun.

Shivra melangkah maju, tanpa senjata.

"Aku datang bukan sebagai pemilik. Aku datang sebagai pewaris." Ia menunduk.

Salah satu Penjaga mengulurkan tangannya, menyentuh dahi Shivra.

Kilatan cahaya meledak. Roky dan yang lain bersiap bertarung, tapi Shivra tidak roboh. Ia berdiri, tubuhnya bergetar, lalu tersenyum lirih.

"Mereka menerima kita. Tapi mereka juga memperingatkan: cahaya ini tidak bisa dimiliki. Hanya bisa dibagikan."

Serpihan Cahaya

Di dalam celah itu, mereka menemukan sebuah pilar kristal setinggi manusia, melayang di atas permukaan yang tak menyentuh tanah maupun langit. Cahaya putih keemasan menyelimutinya, tapi tak menyilaukan. Damai, tapi menggugah rasa gentar yang dalam.

Roky mendekat, tapi Shivra menahan bahunya. "Kau pemimpin mereka. Tapi untuk menyentuh cahaya ini… hanya mereka yang telah kehilangan segalanya yang bisa menanggung bebannya."

Faenil melangkah maju. "Aku…"

Semua menatapnya.

"Aku kehilangan tanah kelahiran. Kehilangan bahasa ibuku. Aku bahkan tak tahu apakah aku masih punya tempat di dunia ini. Tapi aku tetap di sini."

Ia mendekati pilar, lalu menyentuhnya.

Kilatan cahaya menyelubungi tubuhnya. Semua bersiap menghadapi ledakan—tapi tak terjadi apa-apa.

Sebaliknya, tubuh Faenil mulai bercahaya. Matanya bersinar putih lembut. Rambutnya yang semula abu-abu kini bersinar keperakan. Ia berbalik… dan tersenyum.

"Ini bukan kekuatan. Ini pengingat. Tentang siapa kita dulu. Dan siapa kita bisa jadi, jika tidak lupa pada nurani kita."

Di Tengah Cahaya, Ada Bayangan

Tapi tidak semua damai.

Shivra berlutut, wajahnya pucat.

"Ada… bayangan. Menyusup melalui retakan waktu."

Roky langsung mendekatinya. "Apa maksudmu?"

"Velgar…" katanya pelan. "Dia sudah tahu kita ke sini. Dan dia mengirim… Echo-nya."

Garron menoleh. "Echo?"

Del menjelaskan, "Fragmen jiwa—bisa bertindak jauh dari tubuh asli. Berbahaya, tidak stabil, tapi cukup kuat untuk membunuh."

Seolah menjawab, gemuruh terdengar dari luar. Mereka berlari keluar celah… dan mendapati langit berubah menjadi merah darah.

Dari balik awan, sosok kabur muncul. Tidak memiliki bentuk pasti, namun sorot matanya mirip… Velgar.

"Cahaya itu bukan untuk kalian," kata suara gema itu, menyayat udara. "Ia adalah kenangan dunia lama. Dan aku di sini… untuk menghapusnya."

Ia mengangkat tangannya, dan kilatan petir hitam menyambar ke arah celah.

Roky melompat ke depan, membentangkan perisai Etherion. Ledakan besar terjadi. Tanah bergetar. Tapi mereka masih berdiri.

Teya melesat cepat, sihir pengikatnya menahan Echo itu sementara.

"Serang sekarang!" teriaknya.

Faenil maju, cahaya dari tubuhnya meledak, menabrak Echo. Sosok itu menjerit—bukan kesakitan, tapi terusik oleh sesuatu yang tak bisa dipahami.

"Aku bukan bagian dari sejarah kalian…" kata Faenil dengan suara bergetar, "Tapi cahaya ini… milik semua makhluk. Termasuk yang pernah disisihkan."

Dengan teriakan terakhir, Faenil menyalurkan seluruh cahaya yang dia serap ke dalam pusat Echo.

Echo Velgar—pecah. Tidak meledak, tapi larut, seperti kabut yang kehilangan maknanya.

Keheningan menyelimuti mereka. Tanah berhenti berguncang. Langit kembali biru pucat.

Misi Berhasil, Tapi Tidak Selesai

"Ini hanya bagian pertama," kata Shivra. "Cahaya telah muncul. Tapi agar bisa membendung kegelapan, ia harus ditanam di tempat tergelap: Lembah Bayangan."

Roky menatap langit. "Lembah itu… tempat perang akan terjadi."

Faenil menyentuh bahunya. "Maka kita harus membawa cahaya ini… bukan sebagai senjata. Tapi sebagai harapan."

Roky mengangguk.

"Dan kita harus membuat dunia percaya pada harapan itu. Bahkan ketika bayangan sudah mengepung mereka."

More Chapters