Cherreads

memilih diam atau mengungkapkan

Agung_Prasetio86
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
739
Views
Synopsis
OUTLINE NOVEL Judul: Diam atau Mengungkapkan Genre: Romance, Coming-of-Age Jumlah Bab (estimasi): 20–25 bab Sudut pandang: Orang pertama (Tio) – emosional, reflektif Bagian 1: Cinta Pertama – Sarah (Bab 1–6) Bab 1 – Awal yang Tak Pernah Benar-benar Usai Tio di kafe, mengenang Sarah. Flashback bagaimana mereka bertemu. Bab 2 – Senyum yang Jadi Rumah Masa indah Tio dan Sarah saat kuliah, obrolan dan mimpi masa depan bersama. Bab 3 – Retak yang Pelan-pelan Tak Terelakkan Tanda-tanda Sarah mulai berubah. Kesibukan, ketidakcocokan, mulai terasa renggang. Bab 4 – Malam Terakhir Kita Bicara Pertengkaran terakhir. Kalimat perpisahan Sarah. Tio yang patah tapi tak mengungkapkan semuanya. Bab 5 – Luka yang Tak Pernah Bernama Tio berusaha move on tapi gagal. Mimpi buruk dan memori menghantuinya. Bab 6 – Sarah Menikah Tio mengetahui Sarah menikah lewat media sosial. Dunia runtuh lagi, meski dia diam. Bagian 2: Cinta Kedua – Tari (Bab 7–13) Bab 7 – Seseorang yang Mengingatkan, Tapi Beda Tio mengenal Tari di tempat kerja atau komunitas. Tari hangat, lucu, dan perhatian. Bab 8 – Diam yang Menenangkan Tio mulai menyukai Tari, tapi terlalu takut membuka diri lagi. Bab 9 – Andai Kau Tahu Tari pernah curhat soal cowok lain. Tio hanya diam, pura-pura kuat. Bab 10 – Bahagia yang Tak Bisa Kumiliki Tari menjalin hubungan dengan orang lain. Tio terlambat. Lagi. Bab 11 – Surat yang Tak Pernah Kukirim Tio menulis surat/catatan curahan hati untuk Tari—tapi tak pernah diberikan. Bab 12 – Mengikhlaskan yang Tak Pernah Jadi Milik Tio menerima kenyataan. Diamnya menyelamatkannya dari sakit, tapi juga mengurungnya dalam sepi. Bab 13 – Sepotong Senyum, Satu Perpisahan Tari pindah kerja/kota. Mereka berpisah dalam tenang. Bagian 3: Cinta Terakhir – Dinda (Bab 14–20) Bab 14 – Seseorang yang Tak Kuperkirakan Tio bertemu Dinda (sederhana, tidak sesuai tipe, tapi nyaman). Bab 15 – Ngobrol Tentang Hal-Hal Biasa Mereka mulai sering bertemu. Dinda mendengarkan tanpa menghakimi. Bab 16 – Pelan, Tapi Mengisi Dinda perlahan mengisi ruang kosong tanpa berusaha menggantikan. Bab 17 – Aku Tak Mau Diam Lagi Dinda membuat Tio sadar bahwa diam bukan jalan keluar. Dia mulai berani bicara. Bab 18 – Mengungkapkan, Meski Tak Sempurna Tio jujur pada Dinda. Bukan gombal, tapi tulus. Dinda juga menyimpan luka yang serupa. Bab 19 – Dinda Bukan Pengganti, Tapi Pilihan Tio sadar: cinta tak selalu datang seperti yang diharapkan, tapi bisa jadi yang terbaik. Bab 20 – Aku, yang Akhirnya Berani Tio menulis semua kisahnya (mungkin dalam bentuk catatan/novel). Ia tak diam lagi. Epilog (Opsional) Beberapa tahun kemudian. Tio dan Dinda hidup sederhana tapi bahagia. Tio menjadi penulis, dan novel perdananya berjudul: Diam atau Mengungkapkan.
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab. 1 Awal yang tak benar benar Usai

Hujan sore itu turun seperti biasa—tak terlalu deras, tapi cukup membuat jendela kafe kecil itu dipenuhi embun. Tio duduk sendiri di sudut ruangan, dengan segelas kopi yang sudah mendingin sejak sepuluh menit lalu. Pandangannya kosong, menatap keluar. Tapi pikirannya, tak ada di luar sana. Ia terjebak di masa lalu.

"Kalau kamu suka hujan, berarti kamu suka hal-hal yang tenang dan dingin," kata Sarah dulu, sambil menyentuhkan jarinya di kaca jendela, menggambar hati kecil.

Itu lima tahun lalu.

Sekarang, yang tersisa dari hati kecil itu hanyalah kenangan yang menempel di pikirannya seperti noda yang tak bisa hilang. Meskipun Tio sudah mencuci ulang hari-hari mereka dalam ingatannya, tetap saja... Sarah ada di mana-mana.

Waktu memang tak pernah sepenuhnya menyembuhkan. Ia hanya membuat luka-luka itu belajar diam.

Sarah adalah awal. Awal dari banyak hal yang Tio pelajari: jatuh cinta, kehilangan, dan... pura-pura baik-baik saja.

Mereka bertemu di kampus—sebuah pertemuan yang terlalu biasa untuk disebut takdir. Tapi takdir kadang menyelinap di balik hal-hal sederhana: tumpukan buku perpustakaan, meja makan kantin, atau senyum yang dilemparkan tanpa niat.

Sarah mencuri hati Tio bukan karena ia sempurna, tapi karena ia terasa seperti rumah. Hangat, akrab, dan membuat segalanya terasa tenang. Tapi seperti rumah yang tak punya pondasi kuat, semuanya roboh saat badai datang.

Tio masih ingat malam itu. Saat kata "selesai" terdengar dari mulut Sarah. Tidak dengan teriakan. Tidak dengan air mata. Hanya dengan bisikan yang sangat pelan—tapi menghancurkan dengan keras.

"Aku capek, Tio..."

Tiga tahun telah berlalu sejak hari itu. Tapi sebagian dirinya masih tertinggal di hari itu. Dan mungkin akan selalu tertinggal.

"Boleh duduk di sini?"

Sebuah suara menariknya kembali ke dunia nyata. Tio menoleh. Seorang perempuan berdiri di depannya, dengan senyum ragu. Rambutnya dikuncir sederhana. Bukan Sarah. Tapi matanya mengingatkan Tio pada seseorang...

Bukan. Ini bukan waktunya berpikir begitu.

Tio mengangguk pelan. "Silakan."

Dia tak tahu bahwa perempuan itu—Dinda—akan menjadi babak terakhir dari perjalanan panjangnya. Tapi sebelum sampai ke sana, masih ada satu nama yang akan muncul di lembar-lembar berikutnya: Tari.

Untuk saat ini, Tio hanya bisa menatap kopi yang mendingin, dan kenangan yang tak pernah benar-benar padam.

Karena kadang, pertanyaan terbesar dalam hidup bukanlah "siapa yang kita cintai", tapi "apakah kita berani mengungkapkan?"

Atau tetap memilih diam?"